Minggu, 07 Januari 2018
Flowchart Pembuatan APAR
Mempersiapkan material yang digunakan adalah jenis Plat JIS G3141SPCC-SD
Memotong plat tersebut dalam berbagai ukuran yang telah ditentukan dengan menggunakan mesincutting.
dalam tahapan ini terbagi menjadi dua tahapan, yang pertama bagian body tabung,plat yangtelahdicuttingkemudiandiRollingmenjadisepertitabung,setelahitumelakukan prosesswagging,prosesswaggingadalahprosesmembuatlekukanpadabagianbawah tabung setelah plat yang sudah diroll. Setelah dilakukan proses swagging, bagian tengah plat yang belum tersambung dilakukan proses pengelasan agar tersambung. Kemudian yang kedua yaitu bagian tutup (atas) tabung, plat yang sudah dicutting kemudian dimasukkan kedalam mesin pond agar terbentuk seperti mangkuk pada tabung. Setelah itu dilas bagian atasnya dengan top dome assy. Setelah selesai kedua bagiantersebutdilakukanprosespengelasanagartesambungantarabagianbodytabung dengan tutuptabung.
Setelah proses Welding, yaitu proses fluida pressure test, yaitu tabung dimasukkan fluiada yaitu gas, kemudian dimasukkan kedalam air untuk melihat apakah terjadi kebocoran atau tidak pada tabungtersebut.
Setelah tabung tidak terjadi kebocoran, maka langkah selanjutnya yaitu Painting. Tabung dicat menggunakan mesin berjalan sehingga setelah beberapa menit tabung tersebut telahdicat.
Kemudian setelah tabung dicat, tabung di isi dengan menggunakan powder yang telah disediakan dan sesuaiSOP.
Setelah itu lakukan finishing, yaitu dengan menambahkan noozle dan body bagian bawah dan kemudian di packing ke dalamkardus.
Merangkum 5 Jurnal Tentang Teknik Mesin
RANGKUMAN JURNAL TENTANG PENGECORAN LOGAM
Pemanfaatan Pasir Sungai Sebagai Pasir Cetak Pengecoran Logam AluminiumKaleng
Pemanfaatan pasir Sungai Rokan Hulu masih terbatas sebagai bahan bangunan sehingga pemanfaatannya belum optimal. Opsi alternatif pemanfaatan pasir tersebut sebagai pasir cetak pengecoran logam diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomi dengan memanfaatkan pasir tersebut pada UMKM bidangpengecoranlogam.PenelitianinimengkajipemanfaatanpasirsungaiRokan dengan memberikan perlakuan terhadap pasir sungai yakni penghalusan butir, penambahan kadar lempung, dan kadar air sehingga kriteria sebagai pasir cetak dipenuhi.Pengujianterhadappasircetakmeliputipengujianukuranbutir,pengujian kadar lempung, pengujian kadar air, pengujian mampu bentuk dan pengujian permeabiltas.ProsesperlakuanterhadappasirSungaiRokanHulubagianhiliryaitu berupapenghalusanbutiranpasirdengancarapenggilinganselama±5menituntuk setiap 100 gr pasir, penambahan kadar lempung sebanyak 3kg dan penambahan kadar air sebanyak 2,65 kg. Hasil pengujian menunjukkan ukuran butir yang dihasilkan memiliki nilai GFN sebesar 42,17, persentase kadar lempung sebesar 15,21% dan persentase kadar air sebesar 8%. Nilai permeabilitas yang dihasilkan dari proses perlakuan adalah sebesar 5,21 cm/menit dan nilai kekuatan tekan sebesar 0,695 kgf/cm2. Dari hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa, proses perlakuan terhadap pasir Sungai Rokan Hulu bagian hilir dapat menghasilkan pasir yang sesuai dengan kriteria pasircetak.
Pengaruh Temperatur Cetakan Logam Terhadap Kekerasan Pada Bahan AluminiumBekas
Dari hasil penelitian Wardoyo, J.T., (2012) terdapat hubungan antara temperatur cetakan logam terhadap kekerasan seperti pada Gambar 3 di bawah ini.
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi temperatur cetakan logam semakin rendah kekerasannya. Hal ini disebabkan karena gradien temperatur semakin kecil, sehingga laju pendinginan semakin lambat yang menyebabkan kekerasannya turun. Selain itu kenaikan temperatur cetakan akan mengakibatkan proses pembekuan yang lambat (Askeland, 1985).
Kekerasan suatu material adalah ketahanan terhadap deformasi plastik atau deformasi permanen apabila dikenakan gaya luar. Metode yang sering digunakan pada pengujian kekerasan adalah Rockwell, Vickers, dan Brinnel, Callister, (2001). Skala kekerasan metode Rockwell dapat dilihat seperti pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Skala kekerasan metode Rockwell (ASM Handbook, Vol. 8, 2000)
Pengujian kekerasan dilakukan dengan cara menguji benda uji (spesimen) pada alat uji kekerasan. Adapun metode pengujian kekerasan yang digunakan adalah metode Brinnel (HRB). Dari hasil pengujian kekerasan tersebutselanjutnya disusun pada Tabel 2 di bawah ini.
Gambar 13. Pengaruh temperatur cetakan logam terhadap kekerasan
Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa semakin tinggi temperatur cetakan logamkekerasanyangdihasilkansemakinrendah,dimanapadatemperaturcetakan logam 100 oC kekerasan rata-rata yang terjadi sebesar 41 HRB, sedangkan pada temperatur cetakan logam 300 oC menghasilkan kekerasan rata-rata sebesar 29,7 HRB. Hal ini disebabkan karena gradien temperatur semakin kecil, sehingga laju pendinginan semakin lambat yang menyebabkan kekerasannya turun. Selain itu kenaikan temperatur cetakan akan mengakibatkan proses pembekuan yang lambat (Askeland,1985).
Bila dilihat dari distribusi kekerasan spesimen, kekerasan terendah 29,7 HRB sedangkan kekerasan tertinggi 41,0 HRB atau sekitar 80 BHN, maka harga
kekerasan tersebut sudah mendekati dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Roger Lumley dari CSIRO Light Metals Flagship Australia, yang melaporkan bahwa kekerasan hasil pengecoran High Pressure Die Casting (HPDC) untuk bahan ADC 12 adalah antara 83 hingga 98 BHN.
Karakterisasi Pasir Silika Bekas Inti Cor Melalui Proses Daur UlangDengan Pengikat Senyawa ResinAlami
Penelitian mengenai proses daur ulang pasir bekas inti cor dengan penambahan resin alam hasil proses pirolisis biomassa, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Resin alami yang merupakan produk sekunder dari proses pirolisis biomassa yang berupa cairan tar dan phenol mampu mengikat kembali partikel pasir bekas inticor.
Sifat fisis pasir bekas inti cor menunjukkan densitas pasir bekas inti cor dengan pasir inti sintetis, dimana density produk inti yang dibuat dengan proses daur ulang sebesar 2, 18 gr/cm3, sedangkan pasir inti sintetis 2,39 gr/cm3 dengan selisih density sebesar 8.78%.
Presentasetingkatkekasaranpermukaanyangmengarahpadaterbentuknya produk reject terdapat selisih 55,3% dari pasir inti sintetis, namun belum merupakan produk reject karena dapat dilakukan proses finishing.
Terhadap faktor penyusutan yang disebabkan penggunaan pasir inti daur ulang menunjukkan selisih penyusutan sebesar 75.2% yang merupakan penyusutan yang relatif besar, namun hal ini juga tidak merupakan produk reject khususnya untuk produk yang tidak menuntut kepresisian yang tinggi.
Sifat mekanis kuat tekan pasir bekas inti cor menujukkan hasil pengujian kuat tekan yang linier dimana rata-rata kuat tekan pasir inti daur ulang dan pasir silika sintetis sebesar 48,5 kg/mm2. Kuat tekan tersebut mampu menahan desakan logam cor yang masuk ke dalam cetakanpasir.
Struktur Mikro Dan Sifat Mekanis Alumunium Pada Proses Pengecoran Menggunakan Cetakan Logam, Cetakan Pasir Dan Cetakan Castable
Persiapan Bahan Baku Cor
Pelaksanaan penelitian ini melalui tahap peleburan. Jenis furnace yang digunakan adalah Crucible furnace. Bahan baku utama pada furnace ini menggunakan castable C-14 (semen tahan api 1400°C). Tujuan pemilihan castable C-14 adalah agar tidak terjadi over heating pada saat proses peleburan, sama halnya dengan dimensi dinding furnace seperti pada gambar ilustrasi. Untuk ilustrasi dan dimensi crucible furnace
Proses Pembuatan Cetakan Cetakan Logam
Cetakan logam yang digunakan pada penelitian ini menggunakan material ST-41. Tujuan pemilihan material ST-41 untuk bahan cetakan logam karena perbedaan melting point yang jauh dengan bahan yang akan dicor.
Cetakan Pasir
Pasir yang digunakan untuk pembuatan cetakan pada penelitian menggunakan pasir cetak. Pola di bentuk menggunakan potongan kayu dengan dimensi yang telah disesuaikan untuk pembuatan spesimen uji kekerasan (Brinell), Impact dan metalografi.
Cetakan Castable
Castable yang digunakan untuk pembuatan cetakan adalah jenis C-14.
Jenis ini mampu menahan panas hingga 1400°C.
Komposisi Kimia Bahan Baku
Tabel 1 Hasil uji komposisi kimia dari baha baku engine block (% / weight) yang merupakan hasil rata-rata dari pengambilan 3 titik yang berbeda menggunakan alat Optical Emission Spectrometer dengan standar ASTM E1251
digunakan adalah diagram fasa Al-Si seperti pada Gambar 11 di bawah ini. Gambar 11. Pembacaan temperatur pada diagram fasa Al-Si, menunjukan fasa
cair bahan cor (aluminium-silikon 5,5%) yang digunakan dalam penelitian berada pada temperatur 640°C.
Informasi dari diagram fasa yang menunjukan fasa liquid terjadi pada material cor jika dipanaskan/dilebur yaitu pada temperatur 640°C. sehingga pada proses penelitian tepatnya pada tahap peleburan dapat ditentukan batas temperatur peleburan untuk mencapai temperatur penuangan yang tepat atau menghindari terjadinya perubahan fasa pada saat penuangan yang memungkinkan hasil cor akan menjadi gagal, cacat cor atau solidifikasi tidak sempurna.
Pada diagram juga menjelaskan bahwa paduan silikon 5,5% terdapat 3 fasa sesuai dengan kenaikan temperatur jika dipanaskan. Fasa solid berada pada temperatur <577°C, dan akan mengalami fasa lumpur pada range temperatur 577°C s/d 640°C, kemudian akan berubah menjadi fasa cair (liquid) setelah temperatur >640°C.
Metalografi
Proses pengamatan struktur mikro dilakukan dengan pembesaran 500× dan prosedur pengujian berdasarkan standard ASTM E3-01, Berikut adalah gambar struktur dari hasil cor masing-masing jenis cetakan.
CetakanCastable
CetakanPasir
CetakanLogam
Gambar 14. Struktur mikro Al-Si 5,5 % hasil cor cetakan logam pembesaran 250×, menggunakan etsha 0,5% Hydroflourid Acid
Berdasarkan pengamatan struktur mkro yang telah dilakukan, terdapat perbedaanantarastrukturmikrohasilcormenggunakancetakanlogam,cetakan pasir, dan cetakan castable, diantaranya:
Struktur mikro hasil cor cetakan castable, struktur dendrite terlihat paling besar jika dibandingkan dengan struktur dendrite pada hasil cor menggunakan cetakan pasir danlogam.
Struktur mikro hasil cor cetakan pasir terlihat struktur dendrite lebih kecil dibandingkan hasil cetakan castable, dengan demikian, proses solidifikasi lebih cepat dibandingkan cetakancastable.
Struktur mikro hasil cor cetakan logam terlihat struktur dendrite lebih kecil dan persebaran butir lebih merata dibandingkan hasil cetakan pasir dan castable, dengan demikian proses solidifikasi paling cepat terjadi pada cetakanlogam.
Hasil Uji Kekerasan (Brinell)
Pada hasil cetakan logam, nilai kekerasan 63 BHN, lebih tinggi dibandingkan nilai kekerasan dari hasil cor menggunakan cetakan pasir yaitu 54 BHN dan cetakan castable yang hanya 47 BHN. Perbedaan ini berhubungan dengan besar butir, hasil cor yang mengggunakan cetakan logam, yangmemiliki laju solidifikasi paling cepat diantara ketiga cetakan, butir paling kecil dan persebarannyamerataakanmemilikinilaikekerasanyangtinggi,sedangkanbutir yang tumbuh tidak merata dan besar akan meiliki nilai kekerasan yangrendah
Kajian Pengaruh Jenis Pasir, Temperatur Tuang, Dan Jumlah Deoksidasi Aluminium Terhadap Porositas Gas Dalam Proses Gravity Sand Casting Pada Nozzle Cup Material Sch13
Gravity Sand Casting
Gravity sand casiting adalah metode pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir dimana proses laju cairan saat penuangan memanfaatkan gravitasi.Metode inimerupakanmetodeyangpalingsederhanadanumumdipakai.Lebihdari70% dari semua produk coran logam diproduksi melalui proses pengecoranpasir.
Burner Nozle Cup
Nozzle Cup merupakan bagian dari perangkat nozzle yang berfungsi sebagai tutup atau tempat keluar terakhir material yang berada dalam nozzle. Baik itu liquid ataupungassesuaifungsidarinozzleitusendiri.Prinsipdarikegunaannozzleyaitu sebagaitempatdanjalurdarimaterialyangakandialirkansehinggaperkembangan nozzle dari segi kegunaan sangat luas tergantung material apa yang berada atau dialirkan oleh nozzletersebut.
Material SCH 13
SCH 13 merupakan material standar penamaan JIS (Japan Industrial Standart). Material ini merupakan material besi paduan krom dan nikel dalam proporsi tertentu untuk menghasilkan material yang tahan terhadap temperatur tinggi. Range kandungan krom dalam material ini cukup tinggi untuk memberikan ketahanyangbaikhinggatemperatur2000oF(1093oC)danterkadanglebihtinggi. (Heat Resisting Steel Castings,1980)
Cacat Coran Porositas
Cacat porositas yaitu adanya kekosongan pada benda. Cacat terjadi ketika logam cair mulai membeku. Faktor yang mempengaruhi terjadinya cacat yaitu
penyusutan pada saat logam membeku dan gas yang muncul kemudian terjebak hingga pembekuan berakhir.
Porositas gas yaitu cacat porositas yang disebabkan oleh gas. Gas bisa terjebak didalamronggacetakansaatprosespembekuansehinggamenyebabkanronggapada saat pembekuan logam berakhir. Bentuk porositas bisa berbentuk bola, lurus rata atau memanjang terkadang seperti rongga susut jika bersamaan dengan adanya porositas rongga susut. Lokasinya tersebar dan tidak menentu. Sering kali mendekati daerah permukaan benda. Ukurannya terkadang kecil dan besar dengan permukaanhalus.
Pengaruh Temperatur Penuangan Terhadap Porositas Gas
Setiaplogammemilkitemperaturbekudantemperaturcairyangberbeda.Selainitu setiap logam memliki temperatur reaktif terhadap gas, dimana gas akan larut dan bereaksipadalogam.Perbedaantemperaturtersebutmenyebabkantemperaturtuang padasetiaplogamberbeda-beda.Temperaturtuangdapatberpengaruhterhadaplaju cairan logam saat memasuki cetakan dan keberadaan gas pada cairanlogam.
Pengaruh Jenis Pasir Terhadap Porositas Gas
Nilai porositas gas yang terjadi pada logam bisa dipengaruhi oleh jenis pasir terutama berdasarkan jenis ikatan pasirnya. Pasir sebagai material cetakan akan melakukan kontak langsung dengan cairan logam ketika proses penuangan. Saat proses itulah permukaan cetakan akan beraksi dengan atmosfer (udara) mengakibatkan evolusi gas. Masing-masing pasir berdasarkan jenis ikatannya memberikan dampak reaksi dan evolusi gas yang berbeda-beda.
Pengaruh Deolsidasi Alumunium Terhadap Porositas Gas
Jumlah karbon pada besi akan mengkontrol jumlah kelarutan dari oksigen pada cairan metal tersebut. Baja memliki karbon yang rendah sehingga oksigen yang
larut cenderung banyak dibandingkan besi cor.
Dayalarutoksigenpadabajacukupbesar.Ketikaoksigendikeluarkanolehcairan, oksigen dapat bereaksi dengan karbon membentuk CO dan menghasilkan gas porositas. Pada baja yang karbonnya rendah maka dilakukan penambahan aluminium atau silisium untuk mengikat oksigen. Oksida yang dihasilkan dari reaksi oksigen dengan aluminium (Al) atau silisium (Si) tidak akan larut dalam cairan dan membentuk inklusi. Senyawa Al2O3memliki energi bebas yang lebih rendah dibandingkan dengan SiO2. Aluminium lebih efektif sebagai deoksidator dibandingkan silikon terlihat pada Gambar 2.3. (Stefanescu & dkk,2001)
Sumber : http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/ptm/article/download/3327/2339https://journal.sttnas.ac.id/ReTII/article/viewFile/477/403
http://jurnal.polines.ac.id/jurnal/index.php/rekayasa/article/view/529/454http://www.polman-bandung.ac.id/panel/view/pdf/213431002_AdeRachman.pdfhttps://jurnal.umj.ac.id/index.php/sintek/article/download/1431/1252
Rangkuman Jurnal Getaran Mekanik
Rangkuman Jurnal Getaran Mekanik
Jurnal 1
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa kebisingan dan getaran mekanis pada traktor tangan. Kebisingan diu-kur dengan sound level meter tipe digital. Getaran mekanis diukur dengan portable vibration meter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kebisingan pada traktor tangan Perkasa 700 GX adalah 88-99 dB(A), melebihi batas ambang kritis yaitu 85 dB(A). Tingkat kebisingan yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada pendengaran. Hasil penelitian juga menunjukkan tingkat getaran mekanis dengan frekuensi 2.10 Hz dan percepatan 24.20 m/det2 yang me-lebihi batas yang diijinkan yaitu frekuensi 2.10 Hz dan percepatan 10 m/det2. Upaya yang dapat dilakukan untuk men-gatasi masalah kebisingan dan getaran mekanis pada traktor tangan adalah perbaikan konstruksi, diantaranya dengan perbaikan rancangbangun motor (khususnya muffler), pemasangan ring per pada semua baut, serta penggunaan shock breaker dan engine. Selain itu juga perlu diperhatikan penggunaan pelindung telinga bagi operator traktor tangan.
Jurnal 1
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa kebisingan dan getaran mekanis pada traktor tangan. Kebisingan diu-kur dengan sound level meter tipe digital. Getaran mekanis diukur dengan portable vibration meter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kebisingan pada traktor tangan Perkasa 700 GX adalah 88-99 dB(A), melebihi batas ambang kritis yaitu 85 dB(A). Tingkat kebisingan yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada pendengaran. Hasil penelitian juga menunjukkan tingkat getaran mekanis dengan frekuensi 2.10 Hz dan percepatan 24.20 m/det2 yang me-lebihi batas yang diijinkan yaitu frekuensi 2.10 Hz dan percepatan 10 m/det2. Upaya yang dapat dilakukan untuk men-gatasi masalah kebisingan dan getaran mekanis pada traktor tangan adalah perbaikan konstruksi, diantaranya dengan perbaikan rancangbangun motor (khususnya muffler), pemasangan ring per pada semua baut, serta penggunaan shock breaker dan engine. Selain itu juga perlu diperhatikan penggunaan pelindung telinga bagi operator traktor tangan.
Jurnal 2
Getaran
Dalam konteks yang paling sederhana bahwa gelombang adalah getaran yang merambat melalui medium, getaran dapat dianggap gerakan berulang dari suatu obyek disekitar suatu posisi kesetimbangan. Posisi kesetimbangan adalah posisi suatu objek dimana jumlah gaya yang dikenanakan pada objek tersebut adalah sama dengan nol. Tipe getaran ini disebut whole body motion, yang berati bahwa semua bagian dari objek tersebut bergerak bersamaan pada arah yang bersamaan disemua titik pada waktunya (Thomson, 1995).
Definisi frekuensi, amplitudo dan akselerasi
a. Frekuensi
getaransuatu objek bergetar bergerak mundur dan maju dari posisi normalnya satu siklus getaran yang lengkap terjadi ketika objek tersebut berpindah dari x posisi ekstrim ke posisi ekstrim lainya, dan kembali lagi ke posisi awal.Banyaknya siklus yang dapat dilalui oleh objek yang bergetar dalam satu detik, disebut frekuensi. Satuan frekuensi adalah hertz (HZ). Satu hertz/ sama dengan satu siklus per detik.
b. Amplitudo
Amplitudo adalah suatu objek yang bergetar bergerak ke suatu gerak maksimum pada tiap dari keadaan diam. Amplitudo adalah jarak dari posisi diam ke posisi ekstrim dimana tiap sisi dan diukur dalam meter (m). Intensitas getaran tergantung pada amplitudo.
c. Akselerasi
Suatu ukuran seberapa cepat kecepatan berubah terhadap waktu dan oleh karena itu, akselerasi dinyatakan dalam satuan meter per detik kuadrat (m/s2). Besar akselerasi berubah dari nol ke maksimum selama masing-masing siklus getaran dan meningkat seperti pergerakan objek yang bergetar lebih lanjut dari posisi diamnya.
Langganan:
Postingan (Atom)